Menanggapi penangkapan aktivis pembela hak asasi manusia dan lingkungan hidup di Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan:
“Penangkapan ini menunjukkan kian sempitnya ruang kebebasan bagi warga yang berusaha melindungi lingkungan. Peradilan menutup mata, meski jelas sekali Budi ditangkap karena sikap kritis atas proyek tambang emas di lingkungannya.
“Alih-alih menjamin partisipasi publik, yaitu melindungi hak Budi berpendapat dan berekspresi damai, negara justru membungkamnya. Ini menciderai wajah penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung yang merupakan benteng terakhir keadilan.
“Penangkapan ini bisa memunculkan efek gentar bagi siapa saja yang memiliki pendapat berbeda dari kebijakan negara, terutama warga dan masyarakat yang berjuang menyelamatkan dan melindungi lingkungan dari kerusakan.
“Sudah banyak pejabat termasuk Presiden yang berkali-kali menyerukan agar setiap orang ambil bagian dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup.
“Apa yang menimpa Budi Pego menunjukkan bahwa negara melalui pemerintah khususnya aparat kepolisian dan kejaksaan terlihat inkonsisten dengan komitmen mengatasi perubahan iklim dan melindungi sumber daya alam, seperti yang selalu disuarakan di forum-forum nasional dan internasional.
“Kami mendesak agar Budi segera dibebaskan dengan tanpa syarat. Berpendapat itu tidak tidak boleh diintervensi. Dan berekspresi secara damai bukan tindak kriminal.”
Latar Belakang
Menurut informasi kredibel yang diterima Amnesty International Indonesia, Heri Budiawan alias Budi Pego tiba-tiba ditangkap tanpa penjelasan oleh belasan anggota Polresta Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada Jumat sore (24/3) sekitar pukul 17.00 WIB.
Budi Pego langsung ditahan dan saat ini berada di Lapas Banyuwangi dengan penahanan dari Kejaksaan RI Banyuwangi. Penahanan atas Budi Pego didasarkan pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap dirinya. Penahanan ini sendiri sudah dipeti-es-kan selama 5 tahun.
Kasus yang menjerat Budi bermula pada Maret 2017 saat dia dan puluhan warga Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, mendapat informasi kegiatan pertambangan di desa mereka. Lokasi ini dikenal oleh warga setempat dengan nama Gunung Gamping.
Pada 4 April 2017, berlangsung aksi protes dan pembentangan spanduk menolak tambang, namun aksi itu dituduh aparat keamanan telah menggunakan logo mirip palu arit di spanduk aksi.
Pada 13 Mei 2017, Budi bersama tiga warga lainnya menerima surat panggilan dari kepolisian setempat sebagai tersangka tindak pidana melakukan penyebaran dan mengembangkan ajaran komunisme, marxisme-leninisme di muka umum dengan media tulisan (spanduk). Ia dijerat dengan pasal 170a UURI No. 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Lalu pada 4 September 2017, Budi ditahan oleh Kajari Banyuwangi untuk diadili. Namun, walau Jaksa Penuntut Umum tidak pernah mampu menghadirkan bukti fisik spanduk yang dituduhkan dalam setiap persidangan, Budi tetap divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Selasa, 23 Januari 2018 dengan hukuman penjara 10 bulan.
Pada 14 Maret 2018 Majelis hakim PT Jawa Timur yang diketuai oleh Edi Widodo memutuskan menerima permohonan banding JPU Kajari Banyuwangi. Dan memutus pidana penjara selama 10 bulan terhadap Budi Pego.
Kemudian pada 16 Oktober 2018, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Budi Pego. Bahkan hakim MA mengubah putusan PN Banyuwangi dan PT Jawa Timur mengenai pidana penjara yang bersangkutan menjadi 4 (empat tahun).
Tanggal 7 Desember 2018, Budi mendapatkan sepucuk surat dari Kajari Banyuwangi (Surat Panggilan Terpidana), yang bertujuan untuk pelaksanaan putusan MA tersebut (eksekusi tahap I). Namun anehnya, pasca terbitnya surat eksekusi I tersebut, tim kuasa hukum dan Budi Pego belum menerima salinan putusan Kasasi.
Tanggal 21 Desember 2018, Heri Budiawan kembali mendapatkan surat panggilan eksekusi tahap II, yang akan jatuh pada Kamis, 27 Desember 2018. Dan sekali lagi hingga hari ini, tim kuasa hukum dan Heri Budiawan tetap belum menerima salinan putusan Kasasi.
Selain kasus kriminalisasi atas Budi Pego, hadirnya industri pertambangan di Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi – yang dioperasikan oleh anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk, yakni PT BSI dan DSI dari sejak tahun 2012, juga telah menyebabkan kriminalisasi pada tahun 2015 (8 orang warga menjadi korban). Lokasi IUP PT BSI dan PT DSI ini terletak di beberapa desa di Kecamatan Pesanggaran, dengan IUP OP BSI seluas 4.998 ha, dan IUP Eksplorasi DSI seluas 6.623 ha.
Amnesty International Indonesia mencatat dari periode Januari 2019 hingga Mei 2022 terdapat setidaknya 37 kasus penyerangan terhadap pembela lingkungan hidup dan hak atas tanah, yang menimbulkan sedikitnya 172 korban. Selama periode itu, jumlah korban paling banyak terjadi pada 2020 sebanyak 79 orang.
1 Komentar
https://twitter.com/adindaellesse/status/1673547618214084608?t=0_A3mb1HALd5t5HzHHOq7w&s=19 tolong kami pak. Byk rakyat miskin di Pontianak terzholimi oleh polisi2 di Pontiank. Ada korban yg hasil visumnya hilang, ada korban yg BAP saksi ya hilang. Dan dalam kasus anak sy yg dijadikan tersangka krn rekayasa dr mantan kasat, wakasat dan penyidik2 PPA .yg mana pelimpahan pengaduan sy dr mabes ke propam Kalbar tersendat2. Utk menanyakan perkembangannya saja sy kesulitan. Bahkan anak sy yg jg saksi saat penganiayaan abgnya beserta istri,ketika menunjukan TKP penganiayaan diarahkan utk mengatakan kl istri abgnya saat itu terjatuh dan tdk sengaja terinjak. Saat ini dipengadilan kami kesulitan menghadirkan saksi2,pdhl saksi2 semua meringankan. Sehingga jaksa sempat menolak dan agenda sempat di skip ke agenda saksi2 ahli. Dalam bukti rekaman sy saat diruang PPA , wakasat.sempat.mengatakan kl kejaksaan sdh dikoordinasi dan bekerjasama dgn kasat. Saat.itu direkaman jelas terdengar kl anak sy jd tersangka hanya pura2,agar berkas bs naik kekejaksaan, yg nantinya akan dikembalikan krn tdk ada bukti,barulah sp3 keluar. Ternyata bohong. Saat.kasat dan wakasat naik jabatan, anak sy ditangkap dgn surat perintah dr kasat baru, yg mana surat tersebut sempat kami foto diam2, surat tanpa stempel dan ttd. Kasus ini sdh setahun mandek di Polresta Krn memaksakan hrs anak sy jd pelaku, Krn tdk ada satupun bukti selain visum, mrk tdk bs membuat nak sy jd tersangka. Kejanggalan lain jg terlihat, dr tdk adanya pemeriksaan yg benar terhadap TKP,saksi2 dan BB. Saat korban dititipkan di TKP tgl 13 April 2022, sekitar 20 menitan. Korban terlihat jelas di cctv tdk ada tanda2 trauma apapun hingga dijmpt orgtuanya. Cctv kamar dan ruang tengah, namun saat dibawa penyidik rekaman cctv ruang tengah hilang. Tgl 14 April 2022, korban kembali diasuh omanya dirmh korban dan msh sehat. Tgl 15 April 2022, baru korban mengeluh sakit dikemaluannya dan demam. Sempat anak sy dan istrinya dipanggil kermh orgtua korban utk membawa rekaman cctv dan saat.ditonton bersama,tdk ada sama sekali dugaan itu terjadi. Bahkan orgtua korban meminta maaf. Seharusnya TKP tdk hanya 1, bahkan korban sempat dibawa ke org pinter Krn demam. Sehrsnya cctv dirmh korban jg diambil Krn di BAP orgtua korban bercerita ttg hal yg bertolak belakang dr keterangan anak sy dan semua saksi2. Dirmh korban setiap sudut rmh bahkan diluar rmh lengkap cctv. Seharusnya dihari tgl 15 April semua yg berhub dgn korban dihadirkan, mengingat sekeliling rmh korban tggl klrg2 mrk jg.
Saat ini anak sy sdh menjalani sidang dan dititip di rutan kelas 2. Krn status anak sy yg diduga pencabul, maaf pak, anak sy mengalami pelanggaran ham. Yg mana anak sy di Bering ( dimasukan sesuatu kedalam kemaluannya) oleh tahanan disana,disaat baru masuk kerutan. Yg mana dokter di klinik menolak mengeluarkan brg itu Krn anak sy menolak menyebutkan nama yg memasang, anak sy disrh buka aja SM yg masang. Dan Krn ada anak sy memberi uang ketahanan yg memasang hal itu dianggap kerelaan. Sy sdh menjelaskan, kl wkt baru masuk anak sy paling muda dan tentu dibawah tekanan secara mental,ketika disrh mrk utk memasang benda itu dgn alasan biar istrimu senang nnt. anak sy disrh byr 300. Krn itu anak sy minta uang ke istrinya dan uang itu diserahkan ke mrk sambil mengatakan gak perlu pasang bg,ambil aja uangnya, tp mrk tetap memaksa masang, dan anak sy tdk berani menolak cm bs mengadu ke kami stlh itu, mengatakan sakit dan berdarah2. Dia sdh nolak tp gak berani ngotot Krn mrk srh pasang. Diklinik dokter menolak dgn alasan itu. Ada serah terima uang, dan anak sy gak mau sebutin nama. Bgmn anak sy bs berani pak? Nntnya didalam bakal dipukulin kl sebutin nama. Akhirnya kami cm bs diam. Pengacara sempat mengirim jg surat utk pengobatan diluar. Namun tdk diberikan jawaban atas permintaan itu oleh klinik. Pdhl ke dokter saat itu sy sdh menjelaskan anak sy bukan pelaku pencabulan, semua rekayasa polisi,knapa bapak sprtnya mensyukuri yg diterima anak sy. Anak sy jg memohon ke sy utk tdk melaporkan hal ini ke Komnas HAM Krn takut, nnt didalam dia akan dipukuli Krn mengadu. Sedangkan saat ini dipropam saja blm beres,bgmn mgkn kami berani mengganggu orang2 atas lg? Pak.. tsaat ini sy sdh tdk tau lg siapa yg bs sy percaya. Hakim kah? Jaksa kah? Pengadilan? Pengacara?.. pengacara pertama yg kami mintai tolong utk mendampingi anak sy dgn byran mencicil Krn tdk punya uang, cm 2x mendampingi anak sy selama proses di polres. Saat2 genting sprt penganiayaan, beliau pasti tdk bs dihub dan tdk ada ditmpt. Bahkan sy msh percaya ketika kasat menghubungi suami sy mengatakan kl pengacara anak sy menghubungi dan mengatakan kl kami punya bukti rekaman,bahkan bukti itu di kirim beliau. Saat sy meminta pengacara utk mematahkan status tersangka anak sy lwt praperadilan kami diminta uang 15 jt,namun Krn tdk jg mampu akhirnya beliau jg tdk bergerak. Sampai akhirnya sy memutuskan kuasa hukum itu Krn saat anak sy masuk ke sel polresta mrk jg tdk bergerak. Besar kecurigaan sy kl semua terlibat dlm skenario polsii utk menjebak anak sy. Saat ini kami dibantu pengacara dgn probono. Namun pak saat sy meminta utk bukti rekaman dan bukti pengaduan sy ttg anak yg menjadi tersangka akibat perbuatan polisi di pengadilan, agar bs jd pertimbangan hakim, namun smp saat ini pengacara blm menghadirkan itu dgn alasan blm ketemu wkt yg tepat. Maaf pak.. kami sdh demikian dilukai oleh mrk2 yg sehrsnya menjadi tmpt erlindungan rakyat, kami sdh sedemikiannya dijadikan permainan hukum mrk, bgmn sy bs percaya lg segampang itu? Sy sdh tdk tau lg siapa kawan siapa lawan. Krn pengadilan ini semakin berjalan kearah menjadikan anak sy benar2 pelaku. Tolong sy pak.. selamatkan anak sy pak. Yg dijadikan mrk korban utk amannya jabatan dan uang. Tolong pak… Kota kami krisis keadilan. Sy sdh kesana kemari mencari pertolongan namun semua seakan menutup mata dan telinga. Tolong pak jgn biarkan keadilan mati ditangan para penegak hukum dikota sy.
Terima kasih
Wassalam,
Adinda Aisyah Pasaribu