SEKILAS TENTANG Indonesia Police Watch
SELAMA ini, sesuai dengan karakteristik utamanya sebagai aparat penegak hukum, Kepolisian Negara RI (Polri) memiliki wewenang yang cukup besar dalam penegakkan hukum. Kewenangan yang demikian besar ini tidak dimiliki oleh instansi lain, seperti Hakim dan Jaksa.
Di sisi lain, Polri sering pula dipandang sebagai sosok ataupun momok yang menakutkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Penyalahgunaan kekuasaan, baik secara individual maupun organisatorik kerap kali terjadi dalam sejarah perkembangan Polri. Bahkan, secara organisatorik Polri digunakan untuk kepentingan politik penguasa. Paling tidak ini terjadi sepanjang pemerintahan Orde Baru.
Sebagai garda terdepan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mandiri dan mampu bertindak profesional dalam menjalankan fungsinva, baik selaku pengayom masyarakat, pencipta kamtibmas maupun penegak hukum dalam kerangka criminal justice system di Indonesia.
Mengamati perkembangan itulah, kami (sejumlah wartawan yang biasa meliput di lingkungan kepolisian) merasa perlu membentuk wadah yang independen, yaitu INDONESIA POLICE WATCH.
Cikal bakal Indonesia Police Watch lahir di awal reformasi, beberapa saat setelah rezim Orde Baru Soeharto “jatuh”. Saat itu sejumlah aktivisnya terlibat dalam menggalang berbagai seminar dan diskusi tentang perlunya Polri yang mandiri, professional, dan terpisah dari ABRI (TNI). Di Awal tahun 2000 lembaga ini diberi nama Indonesia Police Watch (Lembaga Pengamat Polri).
Dasar Hukum
Untuk memantapkan berdirinya INDONESIA POLICE WATCH (Lembaga Pengamat Polri) ini keberadaannya sempat dikukuhkan berdasarkan Akta Notaris Ny Ida Ayu Yudiani SH No 3 Tanggal 19 Mei 2000. Dari akta tersebut keberadaan lembaga ini kemudian didaftarkan ke Departemen Dalam Negeri.
Perjuangan Organisasi
INDONESIA POLICE WATCH amat peduli terhadap permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia tentang kepastian penegak hukum di negeri ini. Sementara legalitas hukum Polri sebagai lembaga penegak hukum (saat itu di awal kejatuhan rezim Orde Baru) masih dihadapkan kepada masalah krusial. Sehingga aktivis INDONESIA POLICE WACTH saat itu melihat penempatan secara tidak proposional (epedemi proporsi) terhadap legalitas Polri. Akibatnya, sebagai penegak hukum yang berada di garda paling depan, Polri tidak eksis. Unsur militer masih mewarnai Polri. Begitu juga sikap profesionalisme masih jauh dari kehidupan jajaran aparat Polri.
Situasi ini membuat masyarakat tak bisa berharap banyak pada lembaga Kepolisian. Untuk itulah diperlukan motivator yang senantiasa bisa menggerakkan motivasi segenap jajaran masyarakat maupun unsur-unsur di Kepolisian, agar muncul sikap serta rasa percaya diri bahwa lembaga Polri perlu didorong untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi lembaga penegak hukum yang profesional dan mandiri. Sehingga sejumlah aktivis INDONESIA POLICE WATCH saat itu mengutamakan perjuangannya untuk memisahkan Polri dari TNI, kemudian memperjuangan lembaga Polri di bawah
Presiden, dan memasukkan peranan Polri dalam UUD 1945 serta mendorong pemerintah agar mengubah Undang-Undang Kepolisian yang militeristik menjadi sebuah undang-undang Polri yang mandiri.
Peran serta aktivis INDONESIA POLICE WATCH di awal reformasi itu berlalu sudah. Kini, ke depan para aktivis INDONESIA POLICE WACTH akan mengambil peran yang maksimal mendorong agar jajaran Polri menjadi aparat keamanan yang tangguh, professional, dan menjadi sahabat rakyat.
Visi dan Misi Organisasi
INDONESIA POLICE WACTH memiliki misi bahwa penegakan hokum harus segera tercipta dalam era reformasi yang sedang berkembang di Indonesia. Sebab, dengan adanya penegakan hukum para pengusaha dan investor maupun segenap masyarakat Indonesia bisa dengan tenang melakukan aktivitas sosial ekonomi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional bisa berkembang.
Salah satu garda paling depan untuk melakukan penegakan hukum adalah lembaga Kepolisian. Sayangnya, lembaga ini masih dalam proses transisi. Untuk itu, lembaga penegak hukum ini perlu didukung dan didorong, sehingga muncul rasa kepercayaan dirinya untuk melakukan tugas-tugasnya secara maksimal. Selain itu, untuk memaksimalkan tugas-tugas penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian, INDONESIA POLICE WACTH pun akan secara aktif melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap apa yang dilakukan jajaran aparat Kepolisian di tengah-tengah masyarakat.
Sikap Organisasi
INDONESIA POLICE WACTH merupakan lembaga swadaya masyarakat yang bersifat independen. Lembaga ini berkedudukan di Jakarta dan nantinya mempunyai cabang di sejumlah daerah (saat ini dalam proses pembentukan).
Anggota lembaga ini terdiri dari para pengamat, wartawan, pakar, dan kalangan akademisi yang peduli dengan masalah Kepolisian.
Meski hanya masalah – masalah Kepolisian yang diamati, namun organisasi ini tidak ada kaitan langsung dengan lembaga Kepolisian Negara RI. Sebab itu, INDONESIA POLICE WACTH akan selalu independen dan obyektif dalam melihat permasalahan yang terjadi di sekitar Kepolisian.
Fungsi Organisasi
INDONESIA POLICE WATCH menempatkan diri sebagai mitra kritis Polri. Selain itu lembaga ini menjadi filter dan sekaligus untuk mengakomodasikan berbagai pengaduan masyarakat tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan lembaga Kepolisian Negara RI.
INDONESIA POLICE WATCH secara aktif melakukan berbagai seminar dan diskusi pakar, untuk melakukan kajian-kajian mengenai fungsi serta peran lembaga Kepolisian Negara RI, baik saat ini maupun di masa mendatang.
Fungsi yang tak kalah penting dari INDONESIA POLICE WATCH adalah melakukan penelitian dan survei tentang berbagai hal mengenai tugas-tugas yang dilakukan Kepolisian Negara RI di tengah-tengah masyarakat. Dari hasil penelitian dan survei tersebut, INDONESIA POLICE WACTH kemudian mengeluarkan data-data dan rekomendasi yang berkaitan dengan kiprah Kepolisian, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Intinya INDONESIA POLICE WATCH berfungsi sebagai;
- Mengawasi/memantau/mengontrol pelaksanaan kebijakan lembaga Kepolisian.
- Memberikan penilaian, bantuan advokasi, dan perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap dampak pelaksanaan kebijakan lembaga Kepolisian.
- Mempengaruhi dan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan lembaga Kepolisian.
- Menekan (pressure) lembaga Kepolisian untuk menegakkan supremasi hukum secara murni dan konsekwen berlandaskan
kepentingan negara. - Menjembatani suara rakyat kepada lembaga Kepolisian.
Kiprah Aktivis INDONESIA POLICE WACTH
Di tahap awal kiprah yang telah dilakukan aktivis Lembaga ini adalah melakukan berbagai diskusi dan seminar untuk mendorong pemerintah segera memisahkan Polri dari TNI. Berbagai rekomendasi diskusi dan seminar itu diserahkan ke lembaga DPR, Pemerintah, TNI maupun Polri sendiri.
Kemudian memprakarsai seminar untuk mendorong kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara RI. Seminar ini berlangsung 11-12 April 2000 di Gedung YTKI Jl Gatot Subroto Jakarta. Hasil seminar berjudul, Profesionalisme dan Kemandirian Polri dari Sudut Pandang Masyarakat itu lalu disampaikan kepada semua fraksi di DPR, MPR, Polri maupun instansi terkait lainnya. Selama dua bulan aktivis Lembaga ini melakukan ‘grilya’ di parlemen untuk meyakinkan para wakil rakyat bahwa kemandirian dan
profesionalisme Polri perlu diwujudkan segera.
Dari ‘grilya’ ini tercetus gagasan untuk melakukan seminar kedua, yang pelaksanaannya bekerja sama dengan sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi. Seminar berlangsung 22 Juni 2000 di President Hotel Jl MH Thamrin, Jakarta dengan judul Menuju Polri Profesional di Bawah Kepala Negara. Kedua seminar ini ternyata membawa hasil, pemerintah dan Sidang Tahunan MPR 2000 menyepakati Polri perlu mandiri sehingga diletakkan langsung di bawah Presiden.
Di samping itu Lembaga ini telah melaksanakan Diskusi Pakar di Hotel Century, Jakarta pada 11 September 2000. Diskusi pakar ini mengambil tema Penyempurnaan UU No 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara RI. Lembaga ini menilai UU No 28 Tahun 1997 ini belum sempurna sebagai undang undang untuk penegakan hukum. Sebab, di dalam undang-undang itu masih ada pasal-pasal yang menunjukkan kekuatan kekuasaan TNI yang sangat dominan. Padahal, lembaga Kepolisian bukanlah perangkat militer. Ironisnya, berbagai kegiatan operasional Kepolisian dikendalikan TNI. Itulah yang terlihat dari keberadaan UU No 28 Tahun 1997 tersebut.
Aktivis INDONESIA POLICE WATCH juga membuat Rancangan Undang Undang Kepolisian untuk mengganti Undang Undang No 28 Tahun 1997, padahal saat itu institusi Polri sendiri belum membuat rancangan undang-undang untuk mengubah Undang-Undang No 28 Tahun 1997 yang sangat militeristik tersebut. Rancangan undang-undang yang dibuat para aktivis INDONESIA POLICE WATCH itu kemudian diserahkan ke fraksi-fraksi dan komisi DPR, pimpinan partai politik, pemerintah, TNI, dan Polri. Salah satu “perjuangan” aktivis INDONESIA POLICE WACTH yang diakomodasikan DPR dalam rancangan undang-undang kepolisian itu adalah perpanjangan usia pensiun anggota Polri dari 55 tahun menjadi 58 tahun.